Would You Marry Me Episode 2 memperdalam konflik pribadi Woo-joo dan Me-ri, sekaligus memperluas drama keluarga serta dinamika bisnis yang melingkupi keduanya. Episode ini penuh momen emosional, intrik kantor, dan situasi canggung yang semakin menjerat dua karakter utama ke dalam hubungan pura-pura yang makin sulit dikendalikan.
Trauma Lama Woo-joo Kembali Menghantui
Episode dibuka dengan mimpi buruk yang dialami Woo-joo. Ia kembali melihat kecelakaan tragis yang merenggut nyawa kedua orang tuanya. Dalam mimpinya, ada seseorang yang terlihat di lokasi kejadian—seseorang yang ia ingat samar, namun wajahnya terus kabur ketika ia mencoba mengingat. Rasa frustrasi itu membuatnya terbangun dengan panik.
Di tengah kekalutan pagi itu, Me-ri menelepon dan mengajaknya bertemu. Pertemuan mereka berlangsung di sebuah kedai kopi, tempat Me-ri kembali mengajukan permintaan agar Woo-joo mau berpura-pura menjadi suaminya. Woo-joo menolak mentah-mentah dan bahkan menyebut ide itu sebagai sebuah bentuk penipuan. Ia memperingatkan Me-ri agar tidak mencoba melakukan hal yang bisa menyeretnya ke masalah.
Keluarga Woo-joo Membuat Keadaan Semakin Rumit
Sementara itu, di rumah keluarga besar Woo-joo, sang nenek Pil-nyeon mengumumkan bahwa cucunya itu akan segera bergabung dengan perusahaan keluarga sebagai kepala divisi marketing. Pengumuman ini mengejutkan beberapa anggota keluarga, terutama Mi-yeon yang merasa posisi anaknya terancam. Ia menuduh sang nenek lebih menyayangi keturunan dari pihak saudaranya dibandingkan putranya sendiri.
Meski suaminya, Han-gu, mencoba menenangkan keadaan, ketegangan keluarga tetap terasa. Semua ini menjadi landasan dari konflik internal yang nanti akan membesar seiring perkembangan cerita.
Pertemuan Masa Lalu dan Kenyataan Baru
Dalam kunjungannya ke rumah sakit, Woo-joo bertemu dengan Jin-gyeong. Saat mereka berjalan-jalan, Woo-joo menenangkan seorang anak yang menangis menggunakan kalimat yang sama persis seperti yang pernah ia dengar ketika kecil, tepat setelah kecelakaan yang menimpanya. Momen ini menjadi pengingat emosional dan menunjukkan bahwa masa lalu Woo-joo masih memiliki misteri yang belum terpecahkan.
Pada saat yang sama, kehidupan Me-ri juga tidak berjalan mulus. Sebuah tim renovasi tiba-tiba mendatangi apartemennya untuk melakukan pengukuran ruangan, karena dalam waktu seminggu renovasi besar akan dimulai. Kehilangan tempat tinggal, tekanan keluarga, dan kewajiban terkait hadiah yang ia menangkan membuat Me-ri semakin terdesak.
Ketika Pekerjaan Menghubungkan Mereka Kembali
Hari pertama Woo-joo bekerja sebagai kepala marketing langsung diwarnai masalah. Saat rapat, Eung-soo mengungkapkan bahwa desain kemasan untuk produk baru ternyata hanya memiliki hak pakai sementara, bukan hak permanen. Kesalahan ini dapat memicu masalah hukum serius.
Ketika tim marketing mencoba menghubungi perusahaan desain untuk mengurus hak permanen tersebut, rupanya perusahaan itu adalah milik Me-ri. Untuk memperkeruh keadaan, Eung-soo sebelumnya telah menghubungi pihak Me-ri dan menyuruh mereka menaikkan harga hingga lima kali lipat jika pihak perusahaan meminta perubahan lisensi.
Meski Me-ri tahu harga tersebut tidak masuk akal, ia tetap mengutip angka itu karena merasa ada sesuatu yang janggal dari telepon sebelumnya. Yang tidak ia duga, keputusan itu membuat dirinya dan Woo-joo kembali saling berhadapan dalam konteks profesional.
Me-ri Semakin Terjepit oleh Kebohongan
Di satu sisi, Me-ri menghadapi tekanan dari pekerjaan. Di sisi lain, keluarganya di kampung terus menunggu kabar soal pernikahannya yang sebenarnya tidak pernah terjadi. Ia bahkan sempat mempertimbangkan untuk meminta bantuan orang lain sebagai suami palsu, tetapi akhirnya mengurungkan niat setelah mengingat peringatan Woo-joo.
Dalam keadaan frustrasi dan butuh bantuan, Me-ri memberanikan diri mengunjungi rumah keluarga Woo-joo. Namun kedatangannya justru disambut hinaan serta kalimat meremehkan dari ibu Woo-joo—mulai dari latar belakang keluarga Me-ri hingga pendidikannya. Terluka dan marah, Me-ri bersumpah tidak akan menghubungi Woo-joo lagi apa pun yang terjadi.
Pertemuan yang Tak Terhindarkan
Meskipun sudah bertekad menjauh, nasib mempertemukan mereka kembali secara profesional. Di ruang rapat, Me-ri terkejut mengetahui bahwa kepala marketing yang harus ia hadapi adalah Woo-joo sendiri. Ia berusaha menjelaskan dirinya, namun Woo-joo tetap menolak membantu.
Namun setelah mendapat tekanan di kantor dan teringat taruhan yang ia buat dengan Eung-soo, Woo-joo berubah pikiran. Ia akhirnya setuju untuk menjadi suami pura-pura Me-ri dalam acara penghargaan hadiah rumah.
Acara Penghargaan yang Berubah Jadi Kekacauan
Rencana awal mereka sederhana: datang sebentar, ambil foto, lalu pergi. Namun acara itu ternyata melibatkan konferensi pers dan sesi foto dengan publikasi besar. Mereka bahkan terpaksa menggunakan nama palsu dan memakai masker setelah Woo-joo berpura-pura sakit agar wajah mereka tidak terekspos media.
Situasi semakin rumit ketika Sang-hyun, salah satu tokoh penting dari perusahaan sponsor, mengantar mereka langsung ke rumah hadiah tersebut. Ketika Me-ri berencana menjual rumah itu, ia baru sadar bahwa salah satu syarat hadiah menyatakan bahwa rumah tidak boleh dijual selama 90 hari. Dalam waktu tiga bulan itu, Me-ri harus tinggal di rumah tersebut, dan Sang-hyun—yang ternyata tetangga—berjanji akan sering memeriksa mereka.
Woo-joo mulai merasa bahwa semua ini di luar batas toleransinya. Ia memutuskan untuk pergi tepat sebelum Sang-hyun kembali untuk memberi mereka tur komplek.
Kehadiran Keluarga Membuat Kebohongan Membesar
Di akhir episode, kebohongan yang mereka bangun mulai menunjukkan dampaknya. Woo-joo tak sengaja bertemu Mi-yeon dan Eung-soo di lingkungan rumah mewah itu. Pada saat yang sama, Me-ri keluar rumah untuk mencari Woo-joo setelah sambungan telepon mereka terputus. Pertemuan yang semestinya tidak terjadi ini menjadi pemicu konflik baru di episode berikutnya.
Review Episode 2: Komedi yang Mulai Menggigit, Drama yang Semakin Hidup
Would You Marry Me Episode 2 ini semakin mempertegas kekuatan drama rom-com ini: komedi situasional yang rapi, karakternya kuat, dan dinamika keluarga yang kompleks.
Ketika Woo-joo mengira ia bisa keluar dari lingkaran kebohongan, situasi justru menjadi semakin kacau. Mi-yeon tampak seperti seseorang yang bisa menjadikan hidup Woo-joo berantakan hanya dengan sekali bisik pada sang nenek. Sementara keluarga Woo-joo sendiri memiliki ego dan kepentingan masing-masing yang sewaktu-waktu bisa meledak.
Di sisi lain, Me-ri adalah karakter yang mudah disukai. Ia bekerja keras, mencoba bertahan dari keterpurukan, dan berusaha memenuhi tuntutan keluarga tanpa menyakiti siapa pun. Namun beban kebohongan itu makin lama makin berat.
Chemistry antara pemeran utamanya—Woo-sik dan So-min—terlihat natural, membuat hubungan pura-pura mereka terasa seperti bom waktu menunggu meledak.
Secara visual, drama ini juga memanjakan mata dengan cinematography cerah dan lembut, cocok dengan genre rom-com yang ringan namun penuh konflik emosional.