Sinopsis & Review The Death of Bunny Munro (2025): Potret Gelap Toxic Masculinity Sejak Sebelum Era Internet

Sinopsis & Review The Death of Bunny Munro (2025): Potret Gelap Toxic Masculinity Sejak Sebelum Era Internet

The Death of Bunny Munro (2025) menjadi salah satu adaptasi paling berani yang hadir di Sky Atlantic dan NOW. Serial ini mengangkat novel kontroversial karya Nick Cave, sebuah kisah tentang obsesi, kehancuran moral, dan siklus kekerasan psikologis yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Dibintangi Matt Smith, serial ini menawarkan perpaduan antara drama psikologis, satir sosial, dan tragedi keluarga yang menghantui penonton jauh setelah episode terakhir berakhir.

Di tengah maraknya drama-drama modern yang mengkritisi budaya internet dan “toxic masculinity” masa kini, The Death of Bunny Munro justru membawa penonton kembali ke masa sebelum internet menguasai hidup manusia. Sebuah masa ketika nilai-nilai keliru tentang pria, seksualitas, dan kekuasaan disalurkan bukan lewat algoritma—tetapi lewat interaksi sehari-hari, pola asuh yang salah, dan contoh buruk dari orang tua sendiri.

Dengan durasi enam episode, serial ini menjadi perjalanan yang mencekam, mengharukan, sekaligus menggelitik rasa penasaran. Mari kita membahas sinopsis lengkap, analisis cerita, pemeranan, tema besar, hingga kesan keseluruhan, semua dalam satu ulasan komprehensif.

Sinopsis The Death of Bunny Munro (2025)

Kisah ini berpusat pada Bunny Munro (Matt Smith), seorang salesman produk kecantikan dari Brighton. Ia bekerja dengan metode lama yang sudah jarang digunakan: door-to-door.

Setiap hari, Bunny mengetuk pintu rumah-rumah di sepanjang pesisir selatan Inggris untuk menawarkan krim dan kosmetik. Namun bagi Bunny, produk kecantikan hanyalah pintu masuk. Motif utamanya adalah menggunakan pekerjaannya sebagai alasan untuk bertemu wanita.

Bunny adalah seorang sex addict yang tidak pernah benar-benar menghadapi masalahnya. Ia memiliki karisma, gaya bicara luwes, dan kemampuan memanipulasi perempuan yang membuatnya tampak percaya diri—tetapi di balik itu semua ada kekosongan besar yang perlahan menghancurkan hidupnya.

Ketika sebuah tragedi menimpa keluarga mereka, hidup Bunny runtuh seketika. Dalam keadaan emosional yang rapuh, ia memutuskan membawa putranya, Bunny Junior (Rafael Mathé), dalam perjalanan melintasi kota-kota kecil di pesisir selatan. Dalihnya sederhana: ia ingin mengajarkan sang anak cara menjadi salesman. Namun nyatanya, perjalanan ini menjadi pelarian sekaligus pembuka luka lama yang tak pernah disembuhkan.

Bunny Jr, bocah berusia sembilan tahun yang cerdas dan sensitif, awalnya memandang sang ayah sebagai pahlawan. Ia meniru cara berbicara Bunny, cara berjalan, bahkan cara ayahnya berinteraksi dengan orang lain. Kekaguman ini membuatnya menutup mata terhadap sifat ayahnya yang manipulatif, egois, dan sering mengabaikannya.

Perjalanan mereka membawa keduanya bertemu berbagai karakter penuh masalah: pelanggan yang kesepian, wanita yang terjebak dalam konflik pribadi, juga lembaga sosial yang mencurigai pola pengasuhan Bunny. Di sisi lain, ada ancaman tak terlihat berupa sosok misterius yang terus mendekat, menebar bayangan bahaya di balik setiap perhentian.

Seiring perjalanan berlangsung, kebiasaan Bunny dalam minum alkohol, menggunakan narkoba, dan berburu wanita semakin merusak hubungan ayah–anak ini. Kehancuran moral Bunny yang selama ini tersembunyi perlahan menjadi nyata di mata putranya.

Dan pada akhirnya, cerita ini menuntun penonton pada pertanyaan besar yang menghantui seluruh episode:

Apakah siklus kekerasan, penelantaran, dan buruknya contoh pria dapat berhenti di generasi Bunny Jr? Atau akan terus berulang, mengakar lebih dalam?

Analisis Cerita: Prekuel Tak Resmi Dunia Toxic Masculinity Sebelum Era Internet

Saat banyak drama modern mengkritisi fenomena misogini yang tumbuh subur di dunia maya, The Death of Bunny Munro justru menunjukkan bahwa semua itu sudah ada jauh sebelum teknologi hadir. Serial ini seperti “prekuel spiritual” dari tema yang dibahas Netflix dalam Adolescence—hanya saja konteksnya jauh lebih analog, mentah, dan personal.

Di dunia Bunny, tidak ada algoritma, forum daring, atau konten viral. Namun nilai-nilai buruk tentang perempuan tetap diwariskan dari ayah ke anak, dari lingkungan ke generasi baru.

Serial ini menunjukkan bagaimana:

  • Pengabaian emosional dalam keluarga dapat membentuk pola pikir beracun.
  • Karisma pria dewasa dapat digunakan sebagai alat manipulasi.
  • Anak-anak menyerap contoh buruk bahkan ketika mereka tidak mengerti konteksnya.
  • Ketiadaan kasih sayang dapat menciptakan jurang antara generasi.

Kekuatan cerita ini terletak pada kesederhanaan alurnya. Plot berjalan episodik—perhentian demi perhentian, rumah demi rumah—namun setiap interaksi membawa makna simbolis tentang betapa rusaknya moral Bunny.

Di balik semua itu, ada kritik sosial yang kuat tentang bagaimana dunia memperlakukan wanita sebagai objek jauh sebelum internet ada. Bahkan sebelum kata “misogini” menjadi bahasa sehari-hari.

Pemeranan: Matt Smith Bertransformasi Menjadi Sosok yang Mengerikan

Dalam serial ini, Matt Smith menampilkan salah satu performa paling menakutkan dalam kariernya. Yang menarik bukan hanya sisi gelap karakternya—tetapi caranya mempertahankan daya tarik sekaligus menjijikkan dalam satu waktu.

Smith memadukan:

  • Karisma mengalir seperti saat ia memerankan Eleventh Doctor
  • Sentuhan manipulatif yang halus
  • Aura oportunis
  • Kekacauan batin yang terus meledak

Hasilnya adalah tokoh yang sulit dibenci sekaligus sulit disukai. Kita paham bahwa Bunny Munro adalah manusia yang rusak, tetapi serial ini juga mengungkap lapisan-lapisan luka yang membuatnya menjadi seperti itu.

Sementara itu, Rafael Mathé sebagai Bunny Jr benar-benar mencuri perhatian. Dalam usia muda, ia memerankan karakter dengan dilema emosional yang berat, membuat penonton merasakan kepedihan yang nyata. Innocence yang ia tampilkan menjadi kontras sempurna terhadap kekacauan Bunny.

Aktor pendukung seperti Sarah Greene (memerankan Libby) dan David Threlfall (Bunny Sr) menambah kedalaman cerita, terutama dalam menggambarkan bagaimana trauma diwariskan turun-temurun.

Adaptasi yang Setia namun Tetap Segar

Naskah serial ini ditulis oleh Pete Jackson, yang sebelumnya sukses menggambarkan trauma remaja dalam Somewhere Boy. Ia tetap setia pada struktur dan pesan yang dibangun Nick Cave, namun memberikan ruang lebih besar pada interaksi ayah–anak, sehingga nuansa emosionalnya semakin kuat.

Jackson mempertahankan ending kontroversial khas novel, yang kemungkinan besar akan kembali memecah opini publik. Namun justru di situlah kekuatan serial ini. Penonton dipaksa menafsirkan simbolisme yang hadir di final episode, bukan hanya menerima kesimpulan yang diberikan secara gamblang.

Tema Utama The Death of Bunny Munro

1. Siklus Kekerasan dari Generasi ke Generasi

Serial ini menunjukkan betapa mudahnya “warisan buruk” berpindah dari ayah ke anak. Bunny Sr → Bunny Munro → Bunny Jr. Ketiganya hidup dalam lingkaran trauma, dan semua itu terjadi bukan karena genetika, tetapi karena contoh yang diberikan.

2. Objektifikasi Wanita dalam Kehidupan Sehari-hari

Tidak ada internet, tapi perilaku menghina perempuan sudah mengakar kuat. Serial ini mengingatkan bahwa misogini bukan fenomena digital—itu fenomena manusia.

3. Anak sebagai Cermin Orang Tua

Segala tindakan Bunny tercermin dalam cara Bunny Jr memandang dunia. Ketika anak kehilangan panutan yang baik, ia akan mencari jawaban dari sumber yang salah.

4. Kesepian dan Kebutuhan Dicintai

Di balik perilaku destruktif Bunny, ada kesepian mendalam. Ia ingin dicintai, tetapi tidak tahu bagaimana mencintai. Ini menjadikannya salah satu karakter paling tragis dalam drama Inggris modern.

5. Kritik Sosial Pre-Internet Era

Tanpa media sosial, tanpa forum gelap, nilai-nilai buruk tetap menyebar. Lewat pertemuan tatap muka, lewat candaan seksis, lewat didikan keluarga yang salah.

Review: Kesan Menonton The Death of Bunny Munro

Serial ini adalah pengalaman menonton yang kompleks—tidak nyaman, tidak mudah, tetapi sangat penting.

Beberapa hal yang membuatnya kuat:

  • Akting Matt Smith yang brilian
  • Karakterisasi mendalam
  • Cara kamera menangkap kesunyian pesisir Inggris
  • Naskah yang tajam namun tidak menggurui
  • Simbolisme berlapis yang menuntut interpretasi penonton

Tidak semua orang akan menyukai ending-nya. Tapi justru karena itu, serial ini patut diapresiasi. Ia tidak mencoba membahagiakan penonton—ia mencoba mengungkap kebenaran pahit tentang bagaimana manusia terbentuk.

Kesimpulan: Drama Gelap yang Wajib Ditonton Penggemar Psikologi dan Karakter Kompleks

The Death of Bunny Munro (2025) adalah drama yang mengguncang emosi, memperlihatkan sisi tergelap seorang pria yang tak pernah mampu menghadapi traumanya. Lebih dari sekadar kisah seks, narkoba, dan alkohol, serial ini adalah refleksi tentang warisan perilaku, ketidakmampuan mencintai, dan bagaimana hal-hal buruk di dunia terbentuk jauh sebelum internet ada.

Bagi penonton yang menyukai drama dengan fokus pada karakter, isu sosial, dan konflik batin, serial ini adalah tontonan wajib.

Info Rilis

The Death of Bunny Munro tayang di Sky Atlantic dan NOW pada 20 November 2025.


Recommended for You

About the Author: masasha

Penyuka drama Korea, film, dan serial lainnya. Mengelola web ini sejak 2012 sampai saat ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *