Hong Shil hanya memandang kepergian adiknya yang kelihatannya marah itu. Hong Joo memang meninggikan suaranya, saat menjawab pernyataan kakaknya soal statusnya dengan So Il. Di lobi, ia bertemu keponakannya yang lain, Da Ya. Adik dari Go Rae.
“Bi.”
“Da Ya.”
“Bibi kemari mau menemui Kakak?”
“Ya, kini dalam perjalanan mau menjenguk Pak Kang.” kata Hong Joo.
“Begitukah? “Lantas, sampai jumpa.”
“Baik.”
Da Ya berjalan lagi. Namun Hong Joo memanggilnya.
“Da Ya.”
“Ya?”
“Pak Kang kini pamanmu. Bagaimana bisa kamu tidak pernah mengunjunginya? Kamu mengunjungi Go Rae setiap hari.” tegus Hong Joo.
Da Ya terkejut, “Apa Bibi baru saja bilang dia pamanku? Kukira Bibi akan menceraikannya. Apa dia sungguh pamanku?”
“Da Ya. Kami sudah bertukar cincin. Kami bahkan mendaftarkan pernikahan kami. Pak Kang dan bibi resmi menikah.”
“Bi.”
“Jadi, Da Ya, kunjungilah dia dan tunjukkan wajahmu. Kamu harus berterima kasih kepadanya karena sudah menyelamatkan Go Rae. Serta, setelah menyelamatkan kakakmu, dia kini melalui masa sulit.”
“Aku bersyukur atas perbuatannya untuk menyelamatkan Kakak. Aku juga merasa tidak nyaman dan kasihan atas yang terjadi kepadanya. Tapi Bi, itu saja.” jawab Da Ya.
“Apa itu?”
“Bibi lupa perbuatannya? Dia pembunuh ayahku. Bagaimana bisa dia menjadi pamanku? Jangan lupa. Dia mau menebus kesalahannya karena sudah membunuh Ayah, jadi, dia menawarkan levernya untuk Kakak. Tapi apa memberikan levernya menghapus fakta bahwa dia membunuh Ayah? Itu tidak membangkitkan ayahku yang sudah tiada.”
Orang-orang di tempat itu mulai melihat ke arah mereka. Pembicaraan itu menarik perhatian, karena bersangkutan dengan kasus pembunuhan. Orang-orang mulai berbisik-bisik.
Hong Joo hanya menghela nafas panjang. Betapa terkejut dia, saat menoleh, melihat Do Ran ada di situ. Dan.. dia mendengar semua perkataan Da Ya.
“Do Ran…” panggil Hong Joo.
Do Ran tidak menjawab… namun wajahnya menampakkan kesedihan dan kekecewaan mendalam. Ia segera berjalan cepat.. pergi dari situ
“Do Ran…” teriak Hong Joo yang langsung mengejarnya.
***
“Kamu pasti kesal karena Da Ya. Maaf, Do Ran. Aku akan meminta maaf mewakilinya. Da Ya masih kekanak-kanakan. Kehilangan ayahnya, membuatnya trauma berat. Tolong pahami dia. Seiring waktu, Da Ya akan berubah.” kata Hong Joo
“Saat ayahku bilang dia akan menyumbangkan levernya untuk Go Rae, aku awalnya menentangnya. Aku khawatir ada yang tidak beres. Tapi aku membiarkannya berbuat semaunya. Dengan menyumbangkan levernya, dia mau melepaskan luka yang selama ini dia derita. Dia mau menebus dosanya. Katanya dia bersyukur dia bisa membantu. Itu yang dia katakan kepadaku.”
“Maaf…” kata Hong Joo sambil meneteskan air mata..
“Kukira… mungkin ada kemungkinan dia bisa dimaafkan. Kuharap begitu… Tapi kurasa itu berlebihan… Walaupun tidak sadarkan diri setelah operasi semacam itu, dia masih belum dimaafkan…” kata Do Ran sambil menangis begitu sedihnya..
“Do Ran…”
“Maaf, Bi. Aku harus ke toko kue. Tolong jaga Ayah.” kata Do Ran sambil beranjak keluar.
“Jangan cemas dan pergilah.”
“Pak Kang… Bangunlah, Pak Kang… Pak Kang. Bangunlah…” air mata Hong Joo terus mengalir deras,
***
Do Ran berjalan gontai keluar dari rumah sakit. Tampak sekali kesedihan terpancar dari wajahnya.
Di tokopun, ia membuat roti tanpa semangat. Sesekali ia nampak menangis terisak. Melihat ini, Tae Pung hanya diam memperhatikan. Do Ran tiba-tiba berjongkok dan menangis. Tae Pung ikut jongkok, dan ia mengulurkan sapu tangannya.
“Do Ran, ini.”
“Tae Pung…. Aku amat takut dia mungkin tidak akan bangun. Dua pekan sudah berlalu, jadi, kenapa dia masih koma?” kata Do Ran sambil menangis
“Kuatlah. Dia pasti akan bangun.” Tae Pung coba menghibur.
“Aku tidak peduli apa kata orang lain. Aku hanya ingin dia banguuunnn … ” kata Do Ran sambil menangis keras..
***
Di toko yang dikelola adiknya, Yang Ja nampak tengah menikmati makanan.
“Pizza terasa amat enak hari ini. Aku sebaiknya membawanya ke rumah sakit nanti. Yang Soon, kemaskan aku dua loyang pizza agar aku bisa membawanya sepulang kerja.” katanya.
“Baik.”
“Omong-omong, bagaimana kabar Do Ran belakangan ini? Dia pasti cemas karena ayahnya tidak sadarkan diri. Aku penasaran apa dia makan teratur.” tanya Yang Soo.
“Kenapa kamu membahas itu sekarang? Kini aku akan sakit perut.”
“Ayolah…”
“Kenapa dia masih belum sadar? Dia membuat kita semua cemas.”
“Ini sungguh buruk.”
“Kamu sebaiknya tidak bilang apa-apa soal dia ke Go Rae saat menjenguknya di rumah sakit nanti. Dia akan syok jika tahu. Ayahnya Do Ran masih koma karena dia. Dia bisa pingsan jika tahu.”
“Kakak cemas soal hal yang akan terjadi kepada Go Rae melebihi yang terjadi kepada Pak Kang?”
“Bukan itu maksud kakak. Hati kakak hancur saat memikirkan Do Ran. Tapi tetap saja, yang hidup tetap harus hidup. Hanya karena Pak Kang tidak sadarkan diri, bukan berarti tidak masalah bagi Go Rae untuk syok.”