
Sebuah kasus pembobolan rekening bank yang sempat menghebohkan publik akhirnya menemukan titik terang. Rekening dormant yang menjadi sasaran sindikat kriminal pimpinan Dwi Hartono ternyata milik seorang pengusaha tanah berinisial S. Dana sebesar Rp 204 miliar yang tersimpan di rekening tersebut dipindahkan secara ilegal hanya dalam waktu 17 menit.
Rekening dormant sendiri merupakan istilah perbankan untuk rekening yang tidak aktif melakukan transaksi selama periode tertentu. Biasanya, jika tidak ada aktivitas selama 3 hingga 18 bulan, rekening tersebut akan dikategorikan sebagai pasif dan berisiko tinggi untuk disalahgunakan. Oleh karena itu, lembaga seperti PPATK bekerja sama dengan pihak bank untuk memantau dan memblokir rekening-rekening semacam ini.
Dalam kasus ini, rekening dormant milik pengusaha S tersimpan di salah satu bank milik negara yang berlokasi di Jawa Barat. Informasi tersebut diungkap oleh Brigjen Pol Helfi Assegaf dari Bareskrim Polri dalam konferensi pers yang digelar pada 25 September 2025.
Modus Operasi Sindikat
Sindikat yang dipimpin oleh Dwi Hartono dan Candy alias Ken menjalankan aksinya dengan menyamar sebagai anggota “Satgas Perampasan Aset.” Mereka mengadakan pertemuan dengan kepala cabang pembantu Bank BNI di Jawa Barat pada awal Juni 2025. Dalam pertemuan tersebut, mereka memaparkan rencana pemindahan dana dari rekening dormant, lengkap dengan pembagian tugas dan strategi pelaksanaan.
Menurut Brigjen Helfi, sindikat ini menggunakan ancaman terhadap keselamatan keluarga kepala cabang untuk memaksa agar diberikan akses ke sistem perbankan. Mereka berhasil memperoleh user ID dari aplikasi Core Banking System milik teller dan kepala cabang. Eksekusi pemindahan dana dilakukan pada akhir Juni, tepat pukul 18.00, di luar jam operasional bank, dengan tujuan menghindari deteksi sistem keamanan.
Dalam waktu yang sangat singkat, yakni hanya 17 menit, dana sebesar Rp 204 miliar dipindahkan ke lima rekening penampungan melalui 42 kali transaksi. Aksi ini melibatkan mantan pegawai bank yang memiliki pengetahuan teknis untuk mengakses sistem secara ilegal.
Tindakan Lanjutan dan Penangkapan
Transaksi mencurigakan tersebut akhirnya terdeteksi oleh pihak bank dan segera dilaporkan ke Bareskrim Polri. Tim penyidik dari Subdit II Perbankan langsung berkoordinasi dengan PPATK untuk melacak aliran dana dan memblokir aset hasil kejahatan.
Hasil penyidikan menetapkan sembilan orang sebagai tersangka. Dua di antaranya adalah Candy alias Ken dan Dwi Hartono, yang disebut sebagai otak utama pembobolan. Selain itu, mereka juga terlibat dalam kasus penculikan terhadap kepala cabang bank yang kini ditangani oleh Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Peran Para Tersangka
Dalam jaringan ini, Candy berperan sebagai perancang utama strategi, sementara Dwi Hartono bertugas membuka blokir rekening dan memindahkan dana. Tujuh tersangka lainnya memiliki peran beragam, mulai dari pemberi akses sistem hingga pengelola dana hasil kejahatan:
- AP, kepala cabang pembantu bank, memberikan akses ke sistem perbankan.
- GRH, consumer relations manager, menjadi penghubung antara sindikat dan pihak internal bank.
- DR, konsultan hukum, menyusun strategi dan memberikan perlindungan hukum.
- NAT, mantan pegawai bank, melakukan transfer dana secara ilegal.
- R, bertindak sebagai mediator dan penerima dana.
- TT, fasilitator keuangan ilegal.
- IS, penyedia rekening penampungan.
Namun, keterlibatan Candy dan Dwi Hartono tidak berhenti di kasus perbankan. Mereka juga diduga sebagai dalang penculikan dan pembunuhan terhadap Mohamad Ilham Pradipta, kepala cabang pembantu bank BUMN di Cempaka Putih.
Rangkaian Penculikan dan Pembunuhan
Motif penculikan Ilham berkaitan erat dengan rencana pemindahan dana dari rekening dormant. Para pelaku membutuhkan otoritas dari kepala cabang untuk mengakses sistem bank. Pertemuan antara Candy dan Dwi pada Juni 2025 menjadi titik awal dari rencana penculikan tersebut.
Dengan bantuan tim IT dan sejumlah eksekutor, mereka menyusun strategi untuk menargetkan Ilham. Polda Metro Jaya mencatat bahwa total ada 18 orang yang terlibat dalam aksi penculikan dan pembunuhan ini, terdiri dari 15 warga sipil dan 2 prajurit Kopassus. Satu orang sipil masih dalam pencarian.
Struktur jaringan kejahatan ini cukup kompleks, melibatkan:
- Dalang utama: Candy alias Ken, Dwi Hartono, AAM, dan JP.
- Eksekutor penculikan: Erasmus Wawo, REH, JRS, AT, dan EWB.
- Militer: Kopda FH dan Serka N, yang merekrut eksekutor atas perintah Dwi.
- Eksekutor penganiayaan: JP, MU, dan DSD.
- Tim pengintai: Wiranto, Eka Wahyu, Rohmat Sukur, dan AS.
Latar Belakang Dwi Hartono
Dwi Hartono lahir pada 6 Oktober 1985 di Lahat, Sumatera Selatan. Ia dikenal sebagai pengusaha yang merintis karier sejak masa kuliah, mulai dari membuka warnet, rental game, hingga warung makan. Ia juga mendirikan sebuah platform belajar online dan aktif memberikan beasiswa, termasuk kepada korban kekerasan di Lampung.
Meski banyak beraktivitas di Pulau Jawa, Dwi sesekali pulang ke kampung halamannya di Desa Mekar Kencana, Kabupaten Tebo. Menurut Joko, teman masa sekolahnya, Dwi dikenal sebagai sosok yang dermawan dan aktif dalam kegiatan sosial. Ia bahkan pernah mengundang artis seperti Via Vallen dan Wika Salim untuk menghibur warga desa.
Namun, kabar keterlibatannya dalam pembunuhan membuat banyak orang terkejut. “Kami tidak menyangka. Setahu kami, dia orang baik. Tapi soal kehidupannya di Jakarta, kami tidak tahu,” ujar Joko.
Dwi Hartono juga aktif sebagai motivator bisnis dan memiliki kanal YouTube bernama Klan Hartono dengan lebih dari 169 ribu pengikut.