Ketegangan di dunia sepak bola Asia Tenggara meningkat setelah Malaysia menuduh Indonesia dan Vietnam sebagai dalang di balik sanksi FIFA terhadap Federasi Sepak Bola Malaysia (FAM). Namun, tudingan itu justru mendapat reaksi keras dari publik Vietnam yang secara terbuka membela Indonesia dan meminta Malaysia untuk introspeksi.
FIFA pada Jumat (26 September 2025) menjatuhkan sanksi kepada FAM dan tujuh pemain naturalisasi terkait dugaan pemalsuan dokumen asal-usul keturunan. Hukuman tersebut berupa denda finansial bagi FAM dan para pemain, serta pembekuan aktivitas pemain selama 12 bulan.
Nama-nama pemain yang terlibat di antaranya adalah Facundo Garces, Gabriel Palmero, Hector Hevel, Rodrigo Holgado, Joao Figueiredo, Jon Irazabal, dan Imanol Machuca.
Usai keputusan itu diumumkan, Tunku Ismail Idris, penggagas program naturalisasi di Malaysia sekaligus putra Sultan Johor, menuding pihak luar sebagai penyebab turunnya sanksi. Meski tidak menyebut secara langsung, Tunku Ismail menyinggung pertemuan antara Presiden Indonesia Prabowo Subianto dan Presiden FIFA Gianni Infantino di New York sebagai isyarat adanya campur tangan Indonesia dalam kasus tersebut.
Tak berhenti di situ, Tunku Ismail juga mengarahkan tuduhan kepada Vietnam, dengan alasan salah satu anggota Komite Disiplin FIFA berasal dari negara itu. Tuduhan tanpa bukti tersebut kemudian memicu kemarahan publik Vietnam.
Melalui berbagai unggahan di media sosial, netizen Vietnam membela Indonesia dan menilai Malaysia seharusnya mengakui kesalahan, bukan menyalahkan pihak lain.
Beberapa komentar warganet Vietnam yang ramai dibagikan antara lain:
“Tak seorang pun melarangmu mengajukan banding, tapi jangan menyalahkan orang lain. Pohon yang benar tidak akan mati dalam keadaan berdiri.”
“Jika kalian tidak salah, meskipun ratusan orang mencoba menghancurkanmu, kebenaran tetap akan terlihat.”
“Malaysia harus mencari tahu siapa yang memalsukan dokumen, bukan mencari kambing hitam.”
Komentar-komentar itu mencerminkan kekecewaan publik Vietnam terhadap sikap sebagian tokoh Malaysia yang dianggap tidak bertanggung jawab.
Beberapa hari setelah kontroversi tersebut mencuat, Sekretaris Jenderal FAM, Datuk Noor Azman, akhirnya mengakui adanya kesalahan teknis dalam dokumen administrasi yang dikirimkan kepada FIFA. Ia menyebut kesalahan itu berasal dari staf internal FAM dan masih dalam proses evaluasi.
Pernyataan ini dinilai sebagai bantahan tidak langsung terhadap tuduhan Tunku Ismail yang menyalahkan pihak luar.
FAM kini memiliki waktu 10 hari sejak keputusan sanksi diumumkan untuk mengajukan banding ke Pengadilan Sepak Bola FIFA (FIFA Football Tribunal). Jika hasil banding ditolak, Malaysia masih dapat membawa perkara ini ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS).
Namun, para pengamat menilai langkah banding berisiko besar. Jika Malaysia kalah di CAS, bukan hanya pemain yang akan dijatuhi hukuman tambahan, tetapi Tim Nasional Malaysia juga berpotensi mengalami pembekuan aktivitas internasional, seperti yang pernah menimpa Timor Leste dalam kasus serupa beberapa tahun lalu.
Kasus ini kini menjadi sorotan di kawasan Asia Tenggara, memperlihatkan bagaimana isu naturalisasi pemain dapat memicu ketegangan diplomatik di antara negara-negara ASEAN, sekaligus menjadi pelajaran penting tentang pentingnya transparansi dan kejujuran dalam administrasi sepak bola internasional.
Topik terkait: #FAM, #FIFA, #Sepak Bola, #Sepak Bola Asia Tenggara, #Skandal Naturalisasi, #Tunku Ismail Idris